“Selamat yah, jadi istri yang baik loe!” sambil ngomong itu gw cipika-cipiki ke Mirah Amanda, teman gw. Dalam bulan ini juga, gw pernah posting tentang acara tunangan si Mirah di sini. Hari Minggu tanggal 23 Januari 2005 kemaren, mereka melangsungkan pernikahannya di sini. Foto acaranya sempat diposting ama Kidy via MMS-to-Blogger-nya. Mo lihat wedding ala bugis? Ke blog-nya Kidy ajah sana :p
Hmm.. tapi apakah yang gw mau cerita kali ini? Hal-hal kecil? Pasti pada penasaran, apa hubungannya coba, pernikahan teman gw dengan hal-hal kecil yang mengagumkan?
Gini..
Di pernikahan teman gw itu, Wati bawa pacar barunya, yang selama ini disembunyikan ama dia, akhirnya dikenalin juga ke kita-kita. Namun sehari setelah acara (hari Senin-nya), seperti biasa gw ama teman-teman ngumpul2 di warung mbak pangsit depan klinik. Tapi gw duluan karena harus nganter Kidy ke airport. Dan sepeninggalan gw, Wati nggosipin gw, yang kemudian direportasekan ke gw oleh Emmy.
Berikut percakapan mereka yang dimulai dengan Wati.
“Kok Kidy gitu yah?…”
“Gitu gimana?” ini Emmy yang ngomong.
“Waktu acara merit kemarin, kok Kidy duduk sendiri di belakang, sementara Rara duduk sebaris di depannya.”
“Lho, masa sih? Justru sebenarnya yang duduk duluan itu saya, trus Echie. Dan diikuti sama Helvine. Mereka berdua itu berdiri nungguin kalian yang telat datang.”
“Oh ya?” Wati keki kena skak.
(keadaan sebenarnya: karena udah pada kecapean berdiri nungguin beberapa teman yg belum datang untuk masuk bareng, akhirnya refleks duduk di kursi terdekat.)
Trus Wati lanjut lagi, “Tapi pas pulang itu, kok mau-maunya ya dia pegangin payungnya Rara?”
“Lho memang kenapa?” sergah Emmy.
“Nggak, saya heran aja. K Anto (nama pacar baru Wati itu, -Red.) lihat hal tersebut, langsung ngomong ke saya ‘kalau kamu gituin saya, kamu langsung saya tinggal’.”
“Oh payung itu, awalnya saya yang pegang, karena saya yang turunin payung itu dari mobilnya Rara. Trus saya titip di tempat penerimaan tamu. Pas pulangnya saya ambil, trus saya balikin ke Rara. Eh tau-tau Kidy yang pegang, saya nggak notice juga. Tapi saya rasa it’s ok lah. Masa Rara yang harus pegang terus?”
(keadaan sebenarnya: pas gw dikasih kembali payung tersebut oleh Emmy, gw sempat pegang-pegang beberapa menit, lalu diambil dan dipegangkan oleh Kidy.)
Ya ampun, hal-hal yang nggak penting banget gitu untuk dibahas. Hal-hal sekecil itu yang menjadi perhatian.
Dan yang membuat gw terperangah, reaksi pacar Wati yang dengan bangganya diceritakan oleh Wati sendiri, di mana pacarnya Wati itu ngomong gini ‘kalau kamu gituin saya, kamu langsung saya tinggal’.
HAH?!!
Segitu egoisnyakah pria itu, sehingga tidak ingin melakukan hal-hal kecil?! Malah ngancam untuk ninggalin wanita yang notabene dikasihinya itu. Bukannya pria dan wanita harus saling melayani satu sama lain tanpa ada ketimpangan pada satu sisi?
Gw nggak tau kalau gw yang terlalu konservatif, atau memang sudah jamannya seperti itu.
Gw hanya bisa geleng-geleng kepala waktu Emmy nyeritain tentang percakapan singkat mereka mengenai gw dan Kidy.
SO WHAT GITU LOHH!!??
Wierd..
Sesaat setelah mendengar cerita Emmy, pikiran gw melayang dan seperti memutar kembali hubungan gw dan Kidy. Berusaha mencari hal-hal kecil apa yang sering dilakukan, yang sebenarnya sempat gw notice, tetapi bukan untuk dipermasalahkan, melainkan untuk dikagumi.
Gw sering perhatikan:
Setiap kita berdua mau naik taksi, pasti dia yang dengan segera membukakan pintu taksi buat gw. Walau misalnya hanya gw yang naikpun, Kidy juga melakukan hal yang sama.
Untuk memasuki suatu ruangan atau ngantri, Kidy pasti mempersilahkan gw duluan lalu diikuti oleh dia sendiri.
Dan masih banyak yang lainnya…
Memang hal-hal tersebut hanya sekelumit perlakuan di dalam sebuah hubungan, namun hal-hal kecil seperti itu really touches me. Hal-hal kecil yang mengagumkan!
Mungkin gw konservatif, tapi sejujurnya gw kagum pada pria yang secara alamiah melakukan hal-hal kecil sebagaimana layaknya seorang gentleman. Gw sebagai seorang wanita merasa sangat dihargai dengan adanya hal-hal kecil tersebut. Dan membuat gw semakin cinta aja *waduh.. jayus mode on hehehe*.
I just love every little thing he did for me!
Salahkah gw untuk menikmati perasaan ini? Gw pikir tidak! Justru gw merasa berhak untuk memiliki perasaan kagum itu.
Dan pikir gw.. he just did what he got to do to appreciate the woman he loves, and the woman is me..
Amazing..!


The clock is ticking. The calendar is winding down. I’m running out of time. I made myself some promises about some important things in my life that I would accomplish. It’s going to require me to buckle down, be incredibly disciplined, and live like every day and every decision matter supremely to the final outcome. If I don’t, I will not keep these important commitments that I’ve made to myself. There is no room for procrastination. There is no more margin for weak days, inefficient weeks, or plain ol’ laziness. I’m running out of time!
), and spending more time with your family are all good goals. By now, however, many folks have already lost interest in their resolutions. However, as you pray and listen, what burden, what vision and what passion has God put inside of you? Pay attention to that burden. See how you can walk in obedience to that vision. Enjoy the passion of knowing that you are doing what God put you here to do!
Skepticism isn’t hard to come by. Another lap around the track, another year on life’s treadmill, and skepticism grows along with the wrinkles, freckles, fallen archers, and passing years. “Can a leopard change its spots?” No, skepticism isn’t hard to come by anytime. The start of the New Year, with all its talk of reform, change, discipline, and resolutions only makes skepticism the flavor of the month in many circles where change is unwanted.’


.

Ah, it’s now November. Outside Indonesia, winter starts settling in as autumn’s colors fade to duller hues of gray and brown. Hints of winter’s coming chill shock our unsuspecting faces. We leave for work or school in the slow fade of the night’s darkness. We return home in the early evening’s dark embrace. From the beginning of November until late December, each day brings a longer darkness. Each night descends with more haste and departs with greater reluctance. We live in the season of longer darkness.