Cinta?

Image hosting by Photobucket“I’m fall in love”.. Kira-kira apa yang akan kita bayangkan tentang seseroang yang ngucapin kalimat itu? Pasti orang tersebut sedang dalam keadaan yang ceria, di wajahnya ada sukacita, senyumnya mengambang ke mana-mana, dan bahkan dalam tidur pun, orang tersebut akan mimpi yang saaaangat indah.

Itulah cinta, yang memberikan sensasi kehidupan yang luar biasa bagi semua orang yang sedang merasakannya. Cinta menjadikan dunia ini penuh dengan bunga, keceriaan, dan dipenuhi dengan musik-musik yang indah. Seolah-olah dunia ini menjadi planet yang paling indah. Cinta mampu memotivasi jiwa, memompa semangat, menghancurkan ketidakberdayaan, dan cinta sanggup menyingkirkan kegelapan hati manusia.

Tapi hati-hati juga, cinta bisa bikin ga konsentrasi karena kebanyakan melamun. Dengan segala keindahan itu, sering kali kita tidak memperhatikan dimensi gelap dari conta. Bukankah sering kali cinta justru mengakibatkan kehancuran hati dan keputusasaan, dan sudah cukup banyak jiwa yang melayang juga karena cinta, bahkan sejarah mencatat, ada beberapa kerajaan dan negara yang hancur karena cinta.

Cinta merupakan salah satu kekuatan yang sangat dashyat di muka bumi ini. Hidup selalu dimulai dengan cinta, kita lahir karena cinta *hayo jangan ngeres! :p*, hidup di dalam cinta, dan akan sangat menggenaskan sekali kalau kita mengakhiri hidup tanpa cinta. Sepanjang hidup kita, cinta akan selalu menghiasi dan mengiringi. Bahkan kalau mau diperhatikan, hampir semua lagi yang ada selalu bertemakan cinta, dan film-film yang ada akan terasa hambar jikalau unsur cinta tidak ada di sana. Hayo ngaku siapa yang nggak suka film roman?? Film action sekalipun pasti ada unsur cinta.

Image hosting by Photobucket

Saya pikirpun tidak ada seorangpun di dunia ini yang akan sanggup mendefinisikan arti cinta. Memang sudah begitu banyak orang sepanjang sejarah ini, pujangga-pujangga besar, remaja-remaja yang sedang jatuh cinta, filsuf-filsuf besar, yang mencoba mendefinisikan cinta. Tapi saya yakin, masih begitu banyak definisi cinta yang tidak mungkin dituliskan dengan bahasa manusia. Begitu banyak rasa yang tidak mungkin digoreskan dengan kata-kata. Tidak akan ada seorang manusiapun yang sanggup mendefiniskan dengan sempurna arti kata cinta.

Pernak pernik warna merah menghiasi bulan Februari. Dari merah tua sampai merah muda. Pernah saya mendengar seroang anak kecil bertanya ke orang tuanya, “untuk apa orang membeli banyak coklat dan bunga mawar itu?” Trus dijawab, “Oh itu… mereka merayakan Valentine, di mana orang memberikan coklat dan bunga bawar untuk orang-orang yang dikasihinya. Gotcha! Seringkali hal ini membawa pemahaman keliru bahwa cinta itu sebatas coklat dan bunga mawar, bahwa cinta itu sebatas perayaan Valentine saja.

Di tengah valentine day yang sedang dirayakan begitu banyak orang, mungkin kita perlu mengalihkan pandangan sebentar kepada-Nya. Sebuah sosok yang patut dikagumi dan diikuti. Tidak ada bunga, tidak ada coklat, tidak ada lagu-lagu cinta yang mengalun romantis. Tetapi justru yang ada adalah pengkhianatan ciptaan-Nya, pukulan, makian, diludah, penghinaan, dirajam, sakit sekujur tubuh, cambukan, dan darah yang mengucur deras. Tetapi kasih-Nya tetap mengalir di antara kita.

Kasih Allah adalah suatu anugerah terindah dan terbaik apabila kita menerima dan merasakannya dengan setulus hati. Terlebih lagi bila melakukannya dalam hidup sehari-hari, bukan hanya pada hari yang dikenal dengan hari Kasih Sayang ini.

Cinta sejati itu pengorbanan dengan hati yang penuh penyerahan dan ucapan syukur.. apapun akibatnya. Hasil cinta sejati itu bukan dinilai dari dunia tetapi hasilnya dituai di akhirat nanti. Ditolak atau diterima, cinta sejati adalah untuk diberikan secara cuma-cuma berserta dengan ucapan syukur.

“…Thank you for loving me/For being my eyes/When I couldn’t see/For parting my lips/When I couldn’t breathe/Thank you for loving me/You pick me up when I fall down/You ring the bell before they count me out/If I was drowning you would part the sea/And risk your own life to rescue me..” (Bon Jovi, 2000)

Image hosting by PhotobucketKasihilah sesamamu seperti engkau mengasihi dirimu sendiri. Jangan hanya sehari, tetapi setiap saat, setiap waktu, setiap jam, setiap hari, selama hidupmu. Jangan sia-siakan hidupmu dengan hanya saling membenci, tetapi gunakan dengan saling menyayangi dan mengasihi sesama, siapapun mereka :)

Impianku

Semua orang pasti punya mimpi-mimpi, punya impian yang ingin direalitaskan. Ada yang sulit digapai, ada yang mudah dicapai. Sekalinya impian ter-realisasikan, terasa kelegaan yang menyejukkan hati :)
Kemaren iseng maen ke ruang Bebas di forum Blogger Family kesayangankuh (duile!). Trus di situ ada topik dengan judul Impianmu. Di situ udah banyak yang ngisi, tentang impian yang sudah tercapai, tentang impian yang belum tercapai. Bahkan ada juga yang nambahin tentang impian yang akan tercapai. Dan gw pun ikutan ngisi:
Impianku yang sudah tercapai:
– kerja di bidang jurnalistik n broadcasting
– punya gelar sarjana
– punya handphone N-GAGE
– punya ipod shuffle (this will be another story :P)
– punya flat monitor
– punya mobil sendiri

Impianku yang belum tercapai:
– lulus jadi dokter gigi
– menikah dengannya..
– travelling all around the world
– sekolah spesialis Bedah Mulut
– punya rumah sendiri
– membahagiakan nyokap
– nulis sesuatu yang bisa dinikmati oleh banyak orang

Nah ini impianku.. apa impianmu?

60 Tahun Indonesia Merdeka. What Next?

Percakapan berikut terjadi pada hari Selasa kemaren, di Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) UNHAS. Tepatnya di bagian Orthodonsia, pada saat senior gw yang udah dokter gigi sekarang, lagi berkunjung ke sana. Percakapan antara teman gw Bati, dan senior gw Kak Abu a.k.a drg. Sahabuddin.

Bati: Aga kareba, kak..? Di mana ki sekarang? (Apa kabar kak? Sekarang lagi di mana?)
K Abu: Balik di kampungku lah..
Bati: Haaah?! Kampung ta yang dulu kita datangi itu waktu baksos? Euh yang ngga ada listriknya dan jalannya rusak-rusak itu?
K Abu: Iya.. Ko tau, itu kampung cuma 37 km dari kota Makassar, tapi kalo ke sana kayak pergi ke desa yang terpencil sekali saja.
Bati: Trus bagemana mi keadaannya di sana sekarang? Sudah bagus mi? (Trus bagaimana sekarang keadaannya? Sudah lebih bagusan?)
K Abu: (tertawa) Bagus apanya? Sekarang 60 tahun Indonesia sudah merdeka, itu kampung masih aja begitu-begitu sampai sekarang. Nggak ada air, ga ada listrik, jalanan masih rusak, bahkan sekarang lebih parah. Persis seperti yang kau lihat dulu.

Gw selama sebulan ini pergi ke daerah-daerah yang lumayan terpencil, baik ke NAD, maupun ke Kalimantan Timur.
Oke lah, NAD itu daerah pasca tsunami. Tapi Kalimantan Timur? Yang notabene propinsi paling makmur dan penghasil minyak bumi dan batubara terbesar di Indonesia. Tapi apa yang terjadi di sana? Masyarakat Kalimantan Timur yang sehari-harinya hidup di atas minyak bumi dan batubara itu, juga harus antri BBM, harus ikutan kehabisan minyak tanah.
Ke mana hasilnya?

Hhhh..
60 tahun Indonesia telah merdeka.
Cukup banyak kah yang telah merasakan perbedaannya?
Kalau di kota besar memang terasa pembangunannya, tapi kalau di pelosok-pelosok daerah?

Angkutan Umum dan Keterlambatan

Kesulitan angkutan itu menyebabkan pelajar sering datang terlambat ke sekolah…
Angkutan umum sangat dibutuhkan oleh hampir semua orang yang tidak memiliki angkutan pribadi. Saya juga pernah mengalaminya kurang lebih selama hampir 14 tahun. Tepatnya sejak SMP. Dan dari dulu hingga sekarang, kondisi angkutan umum itu tidak pernah berubah, kecuali tarifnya.
Tentang angkutan umum yang mengangkut penumpang melebihi kapasitas, itu sudah bukan hal aneh. Dan jika kita menanyakan pada sopirnya, jawabannya tak jauh dari ini: “Ngejar setoran !”
Kadang para kenek itu juga suka asal. Mereka mengatakan, “Bayar segitu aja minta nyaman ?!”. Sikap semacam itu juga merembet ke hal lain, misalnya tidak mau mengangkut penumpang yang masih berseragam sekolah. Tentu karena anak sekolah membayar hanya separuh ongkos penumpang umum. Padahal yang menentukan besarnya tarif angkot untuk pelajar itu adalah pemerintah, bukan anak sekolah sendiri.
Kalau pagi, saya sering juga melihat, sopir angkot menjumlah anak sekolah yang ada dalam armadanya. Perhitungan mereka, 4:6. Artinya empat orang anak sekolah dan enam orang penumpang umum. Perbandingan semacam itulah yang mereka pegang, kendati di jalan jelas-jelas lebih banyak calon penumpang anak sekolah.
Kesulitan angkutan itu menyebabkan keterlambatan baik bagi anak sekolah maupun mahasiswa atau pegawai kantoran.
Untuk sekolahan, hukuman alpa sehari menjadi hal biasa, hukuman disuruh membersihkan sekolah, tidak masuk satu jam pertama, dikurung di perpustakaan merupakan hal yang nggak asing lagi, bahkan ada siswa yang nongkrong di luar halaman sekolah. Mereka nggak boleh masuk. Memang, sekolah tidak pernah mau tahu persoalan yang menimpa anak muridnya. Yang penting, masuk jam tujuh lewat lima belas pagi, dengan waktu toleransi lima menit. Murid harus berada di sekolah 10 menit sebelumnya.
Untuk anak kuliahan, menjadi keseringan alpa kuliah, gagal ngejar target 80% kehadiran dengan syarat maksimal 3 kali alpa. Belum lagi, kalau dosen yang ngga mau kasih masuk kalau ada mahasiswa yang telat. Lengkap sudah penderitaan.
Pegawai kantoran yang terlambat membuat keterlambatan pekerjaan, nggak bisa memenuhi deadline, penilaian dari atasan jadi menurun.
Rasanya tidak benar kalau kita menyalahkan para supir angkutan umum itu. Mereka toh berhak menerima atau menolak penumpang. Memang sudah ada himbauan pemerintah. Tapi itu semua tinggal suara. Mereka yang duduk di belakang meja itu tidak pernah mengalami masalah seperti yang dialami orang biasa. Mereka cukup percaya dengan bawahannya. Lagipula mereka tidak menggunakan angkutan umum sesering kita.
Supir juga sering menyalahkan penumpang. Misalnya dengan menganggap penumpang yang masih pelajar itu bikin onar, tukang corat-coret. Bagaimana dengan yang tidak pernah melakukan itu semua?
Kondisi angkutan itu sendiri masih jauh terlihat dari nyaman. Di sana-sini terlihat sampah dan coretan mengganggu. Ini masih ditambah dengan jumlah penumpang yang melebihi kapasitas. Juga cara mengemudikan mobil yang ugal-ugalan lagi-lagi demi mengejar setoran. Belum lagi dengan segerombolan orang yang doyan merampok.
Yang muncul kemudian adalah saling menyalahkan. Ini tidak akan ada habisnya. Pihak pengelola angkutan umum merasa mereka sudah menjalankan tugasnya dengan baik. Pemerintah mengklaim peraturan yang dibuat sudah yang terbaik. Pihak sekolah/kuliahan/kantor merasa peraturan yang ada mutlak ditaati. Sementara para pemakai jasa angkutan sudah membayar ongkos, jadi boleh melakukan apa saja.
Yang kena getahnya tinggal kita-kita ini.

Tugas Untuk Diri Sendiri

Bayangkan, kita mengenal seseorang selama bertahun-tahun Kita tahu betul apa makanan kesukaannya, apa yang membuat dia marah, apa yang membuat dia senang, apa hobinya dan apa baju kesukaannya. Tapi tetap ada momen-momen tertentu di mana kita heran dan tidak menyangka perilaku orang tersebut. Coba ingat-ingat, seberapa sering kita mendengarkan dua orang berpacaran dan seorang di antaranya berkata kepada kita: “Saya pikir saya mengenalinya, ternyata…”

Bagaimana kalau orang itu kita sendiri? Tidakkah kadang kita berpikir: “Kok tadi saya seperti itu ya?” Dan kalau orang berkomentar tentang diri kita, kita berkomentar, “Masa sih?” atau “Gitu ya?” karena kita tergelitik oleh info-info baru tentang diri kita yang tidak kita ketahui.

Ini adalah suatu hal yang misterius. Kita hidup dengan diri kita, tetapi sulit untuk mengenal diri kita secara total. Secara fisik saja, misalnya, kita tidak akan melihat muka kita kalau tidak dibantu dengan cermin atau kamera. Demikian juga apalagi dengan diri psikis kita. Ada begitu banyak sisi dari diri kita termasuk hal-hal yang mungkin kita tidak sadari.

Berbagai sisi dari diri kita muncul sehari-hari sebagai peran: kita mengenal diri kita sebagai seorang anak, teman, pacar, istri, dsb. Kita masing-masing memiliki sifat yang berbeda-beda pula. Kita bisa saja galak di tempat lain, tapi lembut kalau bertemu pacar. Riang bertemu teman, tetapi serius kalau berhadapan dengan dosen. Kita ‘mengalami’ dan berinteraksi, perlahan-lahan kita membentuk pemahaman tentang siapa diri kita. Kalau kita setiap hari dikelilingi oleh orang yang meremehkan pandangan kita, mungkin kelama-lamaan kita yakin bahwa kita bodoh. Setiap bertemu dengan lawan jenis, kita dilirik terus. Lama-lama kita yakin bahwa kita menarik. Di sini, kuncinya adalah ‘konsistensi pengalaman’.

Apakah artinya kita perlu dikelilingi oleh orang yang menyukai kita agar kita memiliki konsep diri yang lebih sehat? Tidak juga. pembentukan konsep diri juga tergantung pada bagaimana kita memaknakan pengalaman dan hasil interaksi tersebut. Misalnya, kita berhasil menang lomba lari dan kita pikir, “Itu kebetulan saja. Saingan saya kayaknya telat start karena aba-abanya tidak jelas.” Kita sedang meyakinkan diri bahwa kita tidak istimewa, bahwa kesuksesan yang terjadi pada diri kita bukan karena kita memiliki kelebihan tertentu, tetapi nasib sedang berpihak pada kita.

Kesimpulannya adalah pengalaman bukanlah segalanya. Bagaimana kita memaknainya lebih berpengaruh. Nah, yang berbahaya tentu saja kalau kita sibuk melihat apa yang mau kita lihat dan mendengar apa yang mau kita dengar. Kita tidak mau lagi mendengar kritik atau kalaupun ada kita anggap hal itu tidak benar. Kalau ada kegagalan, itu bukan karena kita masih harus belajar dari kesalahan, tapi ada yang tidak suka pada kita. Kalau kita sering bertengkar dengan orang lain, itu karena mereka tidak bisa memahami kita, bukan karena kita tidak cukup sabar untuk mendengar pihak lain dan seterusnya…
Realita memang seringkali pahit, dan lebih enak tidak jujur daripada melihat sisi bopeng-bopeng dari kepribadian kita. The choice is yours and yours alone. Mau dininabobokan oleh ilusi yang kita pasang atau berhadapan dengan realita bahwa kita tidak sempurna.
Bahwa segala keburukan kita merupakan bagian diri kita sama seperti segala kebaikan kita. Hanya dengan jujur dengan diri kita sediri, kita bisa mengenal diri kita sendiri. Barulah kita bisa belajar dan mengembangkan diri sendiri.

My Regular Daily Life

Hehehe kegiatan sehari-hariku.. Ngebosenin yee.. Well, just take a peek :D

Pas baru bangun:
Liat jam (mau tau kalo bangunnya telat apa ngga), gerak-gerak dikit di tempat tidur, ngulet2, ke toilet *oops* :D, trus ke dapur bikin breakfast (kalo sempat).
Kalau sempat sarapan pagi:
Pada hari biasa: ngobrol2 dulu bareng keluarga, gangguin anak-anak kecil itu yang pada mau berangkat sekolah (I got 3 berandal kecil di rumah), mandi.
Kalau hari minggu: nyantai-nyantai, buka tipi, nonton anime :D kan gereja ntar jam 6 sore :p~
Kalau nggak sempat sarapan pagi:
Langsung mandi
Setelah mandi :
Handukan, pake baju *oops sensorr!!! wahahaha* pake penyegar, pelembab, semprot parfum dikit, buka pintu kamar, pamit ama nyokap, buka pintu rumah, nunggu angkot depan rumah yang membawaku ke klinik.
Siangnya:
Kalau hari biasa: Di klinik lah.
Kalau hari Minggu: dah selesai mandi, nungguin nyokap pulang gereja sambil baca komik/nonton tipi/online, kalo nyokap dah balik biasanya nge-mal :D
Sorenya:
Hari biasa: balik dari klinik, ngadem di kamar. Kalau ada ajakan nge-mal oleh emmy.. ayuk aja :D
Hari Minggu: siap-siap ke gereja.
Late afternoon:
Hari biasa: di rumah :p
Hari Minggu: ke gereja
Evening:
Kalo nyokap ga ngajak jalan2 atau nge-mal, ya di rumah aja, baca komik or online :p
Late evening:
Siap-siap mo tidur, sikat gigi, baca-baca buku (kalau besoknya mau responsi). Biasanya jam begini ada telpon dari yayangku, tapi nggak tiap hari.
Midnight:
Kalo insomnia kumat.. ya online, nge-game :D Kalo nggak, ya tertidur laaah
After midnight:
Tidurrrrr….zzzzzz… Kalo insomnia kumat.. paling masih nge-game atau online lagi :P~

Segitu ajah :D~

Cowok Moody?

“Iya, Ra, jadi udah 2-3 hari ini dia nggak pernah ngontak aku lagi. Aku ga tau apa yang salah, kok tiba-tiba dicuekin kayak gini. Tau sendiri kan, Ra, dia selalu sms aku tiap sore, bahkan tiap subuh untuk ngingetin aku sholat subuh,” kata teman gw beberapa hari yang lalu. Teman gw ini (cewe) lagi curhat tentang hubungannya dengan cowoknya akhir-akhir ini. Dan (lagi-lagi) hubungan jarak jauh.
“Coba kamu ceritain, gimana sih awalnya sampai bisa kayak gini?” gw penasaran juga akhirnya :p~
Dan teman gw ini mulai bercerita, “Begini, Ra. Memang sih waktu kamu masih di Jakarta, yang aku ngasih tau kalau kami lagi kles, nah setelah itu baikan kok, Ra. Trus setelah 4-5 hari, ummm.. ya ada sesuatu di sms dia yang buat aku sebal. Dan kuakui kalo kali ini aku yang mulai, trus sms-an sampai saling nggak enak satu sama lain gitu. Dan kebetulan aku juga lagi PMS (Pre-Menstrual Syndrome, -Red.), jadi ya gitu deh, kena lagi deh. Malamnya, aku sms-in dia, minta maaf karena kesalahanku yang bodoh itu, mengikuti naluri PMS-ku ini, padahal aku sendiri tau kalau aku PMS.”
“Trus gimana? Ada tanggapan dari dia?”, tanya gw.
“Nggak ada, Ra. Sama sekali. Aku khawatir dia marah. Tapi aku sudah jelasin, bahwa aku lagi PMS, lagi sama sekali nggak stabil.”
“Emangnya dia tau kalau PMS itu apa?”
“Udah, Ra. Dulu waktu dia ke sini, kita pernah diskusiin soal ini. Ingat nggak, Ra, sebelum dia ke sini dulu? Kan sempat kayak gini juga, inget ngga?”
Gw mengangguk-ngangguk.
“Nah pas dia ke sini, kita diskusiin soal ini. Dan dia udah bilang ke aku bahwa tolong kalau aku PMS segera beritahu dia supaya nggak ada saling salah pengertian. Dan seperti yang kamu tahu, Ra. Dia itu orangnya keras sekali. Katanya, dia bisa bertahan untuk tidak menghubungi orang, kalau lagi sedang tidak mood bahkan hingga 1 bulan. Tapi waktu itu juga dia bilang, tolong ingatkan dia kalau dia kambuh moody-nya.”
Gw garuk-garuk kepala yang ga gatal. “Masa sih cowok bisa moody gitu? Bukannya biasanya cewek yang lebih moody daripada cowok?”
Teman gw hanya bisa menghela napas. “Jadi bagaimana dong, Ra?”
Gw cuma bisa diam aja. Ikutan mikir, tapi bingung mau ngasih solusi apa.
Tiba-tiba K Jun, pegawai KPS teriak-teriak, “Hei yang mau masuk bagian Konservasi hayo cepat kumpul buku kepaniteraannya!!”.
Gw bergegas meninggalkan tempat duduk untuk ikut ngumpulin buku.
Friends, bantuin teman gw dong ngasih solusi :)

Tadi Pagi

“Di kuitansi PLN, ada tambahan bayar Rp 2000,- buat dinas kebersihan kota, tapi sampah tetap aja digeletakkan di mana-mana. Kontainer sampah sampai berbulan-bulan nggak diangkat-angkat,” cerocos nyokap gw tadi pagi sambil menyeruput tehnya.
Gw kaget. “Ha?! Masa sih? Bukannya Mama bayar Rp 15.000,- per bulan buat iuran kebersihan plus keamanan se-RT?” Gw lagi ngubek2 isi kulkas untuk makanan pagi jadi menghentikan aktivitas.
“Iya, itu juga bayar. Yang di PLN itu dari negara, katanya buat dinas kebersihan kota, tapi heran.. yang kerja membersihkan kita-kita juga, bukan orang dari dinas kebersihan.” Nyokap lalu membawa mug-nya ke tempat cuci piring.
Gue ngambil daging cincang beku trus masukin ke microwave buat di-defrost. “Jadi Rp 2.000,- itu diapain ama pemerintah ya? Dasar…”
“Itulah, Mama juga bingung,” Nyokap ngambil telur 3 biji dari kulkas trus kasih ke gw. “Nih, bikin omelette sekalian.”
Gw ngambil telur-telur itu kemudian meletakkan di dekat kompor. “Bayangin aja, Ma. Rp 2000,- untuk satu rumah. Nah 5 rumah aja udah Rp 10.000,-, 50 rumah jadi Rp 100.000,-. Wah gile, berapa tuh jadinya untuk semua rumah di kota ini?? Sama dengan banyak!!”
“Dan ke mana uang sebanyak itu? Sudah itu tindaklanjutnya juga sama dengan nol besar.” Nyokap pun ngeloyor pergi.
Gw ngambil mentega low cholesterol dari dalam kulkas. “Paling juga masuk kantong. Korupsi? Mana tahaan untuk tidak korupsi..”
tiit tiiit tiit tiiit tiit
Eh, microwave-nya bunyi. Udah selesai defrost-nya.

How Do I Know if I’m in Love?

“Love is a feeling you feel when you feel you’re feeling a feeling you never felt before.”
Sounds profound, doesn’t it? I quoted it for years until I thought about the first time I received an electric shock. That was a feeling I’d never felt before, but I’ll guarantee you it wasn’t love!

The problem with the word love is that we use it to apply to so many emotions or situations that we sometimes don’t know what it means. So what is it? What is this thing called love?

Dr. Robert Sternberg at Yale University probably defines it best. He says that love consists of three components: 1) decision/commitment; 2) intimacy; and 3) passion. When all three strongly exist in our feelings for another person, he says that we feel consummate love for that person. What do these components mean?
# Decision/Commitment has both a short-term and long-term dimension. The short-term dimension occurs when we consciously decide that we love someone. The long-term dimension occurs when we commit to maintain that love. Interestingly, some evolve into commitment without ever consciously deciding to do so.
# Intimacy means closeness, connectedness, warmth, and bondedness. It has to do with understanding each other, accepting each other, and having open and intimate communication with each other.
# Passion is physical attraction, sexual desire, and other strong emotional attraction to another person.

So what does this mean to you?

Love is an emotion. No doubt about that. That’s part of love’s power. It can leap over our thoughts and capture our hearts. The exhilaration that comes with being swept up in the rip tide of emotions is wonderfully terrifying!
On the other hand, love runs deeper than mere emotions. Its current cuts deeply into our thoughts and captures our imagination. When love ebbs, eddies, or hides, we deeply yearn for that feeling of being in love.
Love is bigger than emotions, thoughts, attitudes, and experiences. Love is a verb. The guts and grit of love are centered in our actions and deeds. We should not separate our understanding of love from the actions that must accompany it. Love is seen, demonstrated and expressed by what we do.
Love is bigger than emotions, thoughts, attitudes, and experiences.
Love is from God. It is the environment in which he lives and is the blessing he graciously shares. Incredibly, the Bible rarely if ever simply says that God loves us. Instead, it tells us that God showed us his love by giving, doing, sacrificing, and forgiving.

So as we get swept up on both the seriousness and silliness of Valentine’s Day fever, let’s hear the call of God to do more than buy an overpriced card, snag a bouquet of flowers, or box of chocolates. Let’s make a commitment to make our love real with some very intentionally planned loving actions. In other words, pick up that PIM or daily planner and space out some very specific things to do between now and next February 14. Love is a verb, so let’s get busy doing and not just talking, thinking, and feeling.

SHARE THE LOVE YOU HAVE!!! God bless you all :)