Gw bukan baru dari Bali, tapi nyokap gw. Dia ke sana dalam rangka menghadiri seminar nasional yang diadakan di Bali.
2 hari yang lalu gw menjemput nyokap di airport. Trus dalam perjalanan pulang nyokap cerita-cerita tentang pengalamannya di Bali. Baik mengenai seminarnya, tempat tinggal, makanannya, sampai mengenai orang-orang Bali-nya.
Banyak orang yang tidak tahu tentang ini. Bali setelah bom Bali kedua yang terjadi tanggal 1 Oktober 2005 kemaren ternyata menyisakan akibat yang lebih parah daripada setelah bom Bali pertama.
Gw pertama kali ke Bali itu sebelum ada bom Bali. Tahun 2000, rame-rame ama teman-teman dari fakultas.
Bali rame banget! Banyak turis, banyak bule, banyak orang yang berbahasa yang bahasanya bukan bahasa Indonesia. Gw aja sampai pangling (apalagi yang di Kuta), gw nggak bisa bedain apakah gw masih di Indonesia atau sudah di luar negeri.
Setelah bom Bali pertama..
Gw ke sana tahun 2003 dalam rangka kongres APDSA (Asia Pacific Dental Students’ Association), di satu tahun pertama masih tidak terlalu banyak orang. Ada turis, tapi sedikit. Hanya satu-dua orang. Lebih banyak turis Asia maupun turis domestik.
Kembali gw ke sana pada tahun 2004 ama nyokap, turis-turis bule sudah mulai bertebaran. Tempat bom Bali di Padma itu dibikinkan monumen yang gede banget. Pariwisata Bali udah mulai terasa lagi. Tapi, perbandingan antara turis luar dan turis domestik, masih lebih banyak turis domestik.
Pergi belanja, seperti biasa mau nyari ukuran ‘gede’ dengan harga murah (biasanya kan pada jual ukuran orang2 bule gitu, M muat di gw, tapi kalau ukuran lokal XL-pun dipertanyakan :D), ternyata yang paling besar itu adalah XL dengan ukuran lokal. Mini-mini semuah!! Kata penjualnya, “iya mbak, sekarang ukurannya banyak yang kecil-kecil, soalnya turis-turis yang datang kebanyakan orang Indonesia saja.”
Nyokap dan gw pergi ngurut kaki (nyokap) dan bikin tato (gw) di pantai Kuta. Tukang urutnya nyokap itu cerita waktu sebelum bom Bali, rame banget. Satu hari dia bisa dapat 4-5 pelanggan. Tapi setelah bom Bali, satu pun syukur dalam 1 minggu! :( Pernah si ibu itu selama 1 bulan tidak dapat pelanggan, sampai dia harus mengais-ngais sisa-sisa makanan yang masih bisa dimakan. Hiks..
Padahal tahun 2004 itu Bali sudah mulai dipromosikan ke mana-mana supaya turis-turis mau datang lagi. Dan efeknya pada tahun 2005, turis-turis sudah mulai banyak lagi.
Setelah bom Bali kedua..
Mungkin pihak teroris nggak tahan lihat Bali sudah mulai crowded lagi dengan turis. Devisa negara mulai mengucur masuk kembali. Pas lagi rame-ramenya, dibom lagi deh :(
Nyokap bercerita, Bali sekarang sepi sekali. Hotel-hotel pada pasang tarif semurah-murahnya. 50%-70% diskon gila-gilaan. Suite room di Sanur Paradise Hotel misalnya, seharusnya yang juta-jutaan sekarang tinggal setengah harganya (masih ratusan ribu sih, tapi kalau dibandingkan dengan harga aslinya??).
Kebiasaan nyokap untuk ngurut kaki di Kuta pun membawa pulang cerita sedih. Ibu-ibu yang ngurut itu bilang nyokap gw adalah pelanggan dia yang paling pertama setelah hampir 1 bulan dia di situ. Trus nyokap mo bayar dia dengan uang 50rb (tarifnya sekitar 20rb-an), dia nggak punya duit kembali. Akhirnya nyokap harus beli beberapa sarung bali (yang sangat dijual murah!) dan beberapa pernak-pernik, baru deh genap 50rb. Sudah gitu ketika menerima duit, si tukang urut itu langsung cium-cium duit itu lalu tepuk-tepuk uang itu ke tanah sambil bilang “untuk penglaris“.
Penjual-penjual di pasar seni yang di Kuta (biasanya pasang tarif mahal banget karena daerah wisata!), bisa ditawar sampai serendah-rendahnya. Kasihan sebenarnya kalau sudah begini. Ya, kita yang beli memang mau untung, tapi kalau sampai merugikan penjualnya juga ga enak. Nyokap beli rok lilit bali untukku, harganya Rp 30ribu (biasanya pasang tarif pertama tuh sekitar Rp 45ribu), eh nyokap coba tawar sampai Rp 7500 langsung deal! Kata si penjual, “Iya deh nggak pa pa deh, bu, berapa saja deh Ibu mau beli, daripada hari ini saya nggak makan, hari ini belum ada yang laku.”. Dan pada saat itu, sudah menjelang malam.
Jadi… penjualnya belum makan dari tadi pagi??? Ya ampun.. hiks..
Tragis!
Siapa bilang Bali bisa hidup tanpa pariwisata??
Bali itu bisa berkembang dan hidup seperti itu karena satu-satunya pemasukan mereka berasal dari pariwisata. Mereka berjuang merangkak naik mengumpulkan kepercayaan dunia untuk memulihkan nama baik Bali, eh hancur dalam sekejap dengan ledakan bom sampai dua kali :(
Kebayang nggak kalau RUU APP akan diberlakukan? Gw sekarang mengerti kenapa Bali sangat menentang RUU APP.
Mau jadi apa kalau Bali sudah tidak menjadi tempat pariwisata lagi?
Bukannya Indonesia juga terkenal karena Bali?
Ditambah lagi dengan sekelompok orang yang ingin mengancam Bali apabila pemerintah tidak mau turun tangan menangani penolakan Bali terhadap RUU APP?
What?? Ini negara demokrasi atau negara komunis sih??
Jadi ingat tanggapan teman-teman luar negeri kalo gw memperkenalkan diri (dengan bangganya) dari Indonesia.
“Oh really? Hey, I’ve been to Bali! Your country is really beautiful! I wanna go there again”
“Indonesia? Yes, I know. Bali also Indonesia right? Bali is the great place to relax”
“Ah Indonesia, r u from Bali?”
Tanggapan mereka yang pertama langsung menghubungkan antara Indonesia dan Bali.
Sudah beberapa kali Bali menjadi “korban” akibat kepentingan suatu kelompok di negara ini.
Bali salah apa? Tidak ada..
Kalau mau kembali ke sejarah, di luar Indonesia siapa sih yang nggak tahu tragedi hitam di Bali pada sekitar tahun 1966-1967? Soe Hok Gie semasa hidupnya saja menuliskan hal ini di koran judul “Pembantaian Besar-besaran di Bali“. Pada zaman itu terjadi pembunuhan sebanyak setengah juta manusia di salah satu pantai di Bali. Setelah itu Bali menjadi sangat menderita dan harus perlahan-lahan merangkak naik untuk memulihkan nama baik mereka.
Kamu nggak tahu? Wajar saja, gw juga baru tahu setelah nonton film Gie, kemudian karena penasaran langsung gugling tentang hal ini. Hasilnya? Gw sesaat jadi muak dan malu menjadi orang Indonesia.
Kenapa banyak yang nggak tahu?
Karena Soe Hok Gie sudah keburu mati muda di gunung Semeru tahun 1969.
Karena dulu bukti “begini-begini” harus segera “dimusnahkan” dari bumi Indonesia dengan cara boikot sana-sini, culik sana-sini.
Padahal di luaran sana, hal ini masuk dalam sejarah Indonesia. Tetapi yang sejarah dipelajari di sekolah, aduh.. sangat bertentangan.
Ok, kenapa sudah merembet jauh nih. Abis gemes sih!
Mudah-mudahan setelah posting ini gw ga ikutan “dibungkam”, hehehe..
Intinya.. gw sedih melihat ada yang menderita di bawah kegembiraan sekelompok masyarakat yang suka merayakan kegembiraannya dengan meledakkan bom.
Indonesia maju? Yeah, right.. In your dreams..