Bekerja Kembali di Masa Pandemi Covid-19

Setelah postingan terakhir soal di rumah saja, kira-kira 2 minggu setelah itu saya akhirnya masuk kembali bekerja dengan protokol-protokol kesehatan yang sudah diracik oleh PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia). Apa saja sih?

Dari sisi dokter dan perawatnya, semua sudah pasti menggunakan APD level 3 (double gloves, double masker, hazmat, boot cover, face shield atau goggles) yang rasanya luar biasa, deh. Hihihi. Serasa mau terbang naik space shuttle, nih.

Praktek dokter gigi semasa pandemi Covid-19.

Dan dari sisi pasien, wajib menggunakan hand sanitizer pada saat datang, diinstruksikan untuk menggunakan masker selama di klinik, kecuali pada saat perawatan (ya iya lah!), dicek suhu tubuhnya, di-screening terlebih dahulu. Kemudian ketika sudah masuk ke ruang perawatan, pasien akan diminta untuk berkumur dengan obat kumur antiseptik yang disediakan, selama 1 menit. Setelah perawatan selesai, pasien wajib mengenakan masker kembali.

Sterilisasi ruangan dengan menggunakan sinar UV-C.

Lalu dari klinik pun sudah pasti protokol sterlisasinya berstandar ganda. Maksudnya, selama ini kan pasti alat-alat akan disterilkan. Nah, selama pandemi ini, alat-alat dan ruangan disterilkan berkali-kali. Jadi alat yang dipakai, semuanya direndam di sabun khusus dalam waktu tertentu, kemudian dipacking dan disterilkan kembali di autoclave. Begitu juga dengan ruang perawatan, setelah mengganti dan mensterilkan ruangan dengan cairan khusus, ruangan perawatan juga disterilkan dengan menggunakan sinar UV-C.

Ribet kan? Hahaha oleh karena itu, pada masa pandemi, klinik juga hanya menerima maksimal 3 jam appointment dan hanya boleh ada 2 pasien yang dijadwalkan bersamaan (menggunakan 2 ruangan perawatan). Kalau biasanya dalam sehari bisa 5-6 pasien, ini paling banyak paling 3 atau 4 saja dalam sehari.

Dengan bekerja setiap hari dan bertemu pasien, saya tentu saja harus membekali diri untuk mencegah ikut terpapar bila ada pasien yang pernah terpapar Covid-19 atau pasien yang tanpa gejala apapun. Risiko kerja di bidang kesehatan memang seperti itu, jadi ya.. take it or leave it. Kalau mau dijalani, berarti harus mau melakukan hal-hal ekstra juga demi kesehatan diri sendiri.

Selain mengkonsumsi vitamin setiap hari dan berusaha tidak stres untuk menaikkan imunitas tubuh, saya juga melakukan pemeriksaan Covid-19 secara mandiri. Ini saya lakukan murni untuk diri sendiri dan pasien-pasien saya juga, bukan karena mau terbang ke mana gitu jadi harus ikut periksa-periksa.

Pemeriksaan seperti apa yang saya pilih? Pilihan saya jatuh pada langsung melakukan pemeriksaan swab pada nasofaring (hidung) dan orofaring (mulut).

Kenapa nggak tes rapid dulu? Karena menurut saya, tes rapid itu hanya buang-buang waktu. Bukan karena tidak akurat, tapi tes rapid itu sebenarnya untuk mengetahui apakah di tubuh kita ada antibodi terhadap virus SARS-CoV-2. Hasilnya pun bukan untuk mengetahui apakah kita positif atau negatif, tapi hanya mendeteksi apakah reaktif atau non-reaktif.

Intinya, pemeriksaan swab itu bisa langsung mendeteksi apakah negatif atau positif Covid-19, oleh karena itu saya memilih untuk langsung swab saja.

Melakukan pemeriksaan swab ini juga tidak mudah, selain biaya lumayan mahal, pengambilan sampelnya juga tidak enak haha. Jika bisa memilih, mendingan ambil darah deh daripada harus swab. Tapi apa boleh buat, tidak ada pilihan lain, kan?

Syukurnya untuk booking appointment pemeriksaan swab ini tidak sesulit yang dibayangkan. Saya bisa memilih untuk pemeriksaan drive thru (pemeriksaan dilakukan di mobil saja) kalau gak mau repot-repot atau parno masuk ke rumah sakit. Tinggal buka aplikasi Halodoc, cari PCR Swab Test Jakarta, lalu keluar deh daftar rumah sakit atau laboratorium yang menyediakan fasilitas pemeriksaan swab ini.

Rasanya? Jangan ditanya, tentu saja sangat aduhai hahaha. Yang pertama dilakukan pengambilan sampel di mulut dulu, tepatnya di persimpangan mulut dan tenggorokan alias orofaring. Lalu dilanjutkan dengan pengambilan sampel pada hidung (nasofaring), lubang kiri dan kanan. Nah yang gak enak itu pada saat pengambilan sampel nasofaring ini. Rasanya kayak terharu hahaha, kayak kalau lagi berenang trus kemasukan air dan kehirup. Ya gitu deh.

Pengambilan sampel swab orofaring.
Pengambilan sampel swab nasofaring.

Eunice juga ikutan di-swab biar aman :D

Hasilnya? Diambil 3 hari kemudian, dikirim melalui email. Bila butuh print-printannya, bisa request khusus dan diambil melalui drive thru lagi. No hassle!

Hasil pemeriksaan swab

Ya udah gitu saja, tetap semangat dan tetap sehat-sehat selalu ya, teman-teman. Jangan lupa jaga jarak dan pakai masker kalau keluar rumah, jangan keluar rumah kalau gak penting-penting amat. Statistik Covid-19 di Indonesia sudah makin naik angkanya, semoga semua cepat selesai dan kembali normal, dan bisa kopdar-kopdar lagi :D

40 Hari #dirumahaja

Hari ini tanggal 1 Mei 2020, tepat hari ke-40 saya berada #dirumahaja. Dimulai sejak tanggal 23 Maret 2020, klinik tempat saya bekerja mengumumkan untuk tutup sementara karena pandemi Covid-19 yang sedang melanda di dunia, dan sudah sangat happening masuk ke Indonesia. Tutup sementara ini dalam rangka sambil mempersiapkan kelengkapan Alat Pelindung Diri (APD) dan protokol sterilisasi yang sesuai dengan edaran protap PDGI dan Kemenkes RI.

Dan sebagai informasi tambahan, seperti kita ketahui semua, pandemi Covid-19 ini disebabkan oleh virus corona yang menyerang saluran pernapasan atas. Secara singkat, terserang ciri-ciri virus corona menyebabkan gejala antara lain adalah: batuk kering, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan bila sudah parah dapat menyebabkan demam, sesak napas, nyeri dada, batuk dengan lendir.

Sebagai seorang dokter gigi, pekerjaan ini merupakan salah satu pekerjaan yang rentan dengan penularan Covid-19. Mengapa? Karena pekerjaan dokter gigi adalah pekerjaan yang berhubungan langsung dengan rongga mulut manusia, yang merupakan salah satu sumber penularan Covid-19. Yang paling mengerikan adalah, kita tidak tahu siapa yang berpotensi menularkan, apakah dari pasien, atau sesama perawat, atau sesama dokter, dan lain sebagainya. Jadi yang bisa kami lakukan adalah tetap berhati-hati dalam semua tindakan, termasuk meningkatkan level kebersihan dan kesterilan lingkungan klinik serta penggunaan APD untuk tenaga medis yang bekerja di klinik (dokter gigi dan perawatnya). Untuk lebih detailnya tentang dokter gigi dan Covid-19 nanti saya akan tulis di postingan terpisah yaa~ :)

Praktek normal sebelum pandemi Covid-29

Continue reading “40 Hari #dirumahaja”