Step Up Revolution (2012)

Film yang merupakan sekuel dari film-film Step Up sebelumnya ini mengambil settingan di Miami dan cerita berpusat pada Emily Anderson ( Kathryn McCormick) dan Sean (Ryan Guzman). Cerita klasik, putri yang berasal dari keluarga berada, bertemu dengan pria yang seorang pelayan dan ketua The Mob, dikemas dalam jalan cerita yang mudah ditebak tapi dimaafkan sebab dance-nya keren-keren!! \^o^/

Emily Anderson datang ke Miami karena mengejar cita-citanya untuk menjadi professional dancer, dan gambling dengan ayahnya yang menginginkan Emily ikut terjun dalam urusan bisnisnya. Sementara itu, Sean dan the Mob sedang berusaha memenangkan kontes demi kesempatan mendapatkan beasiswa. Kemudian mereka bertemu, dan terlibat dengan beberapa masalah. Klasiklah :D

Yang keren, dance flash mob dari The Mob dan ide-ide mereka. Dan mereka menggunakan social media, yaitu Youtube untuk posting video setiap aksi flash mob yang mereka lakukan. Hmm sepertinya emang udah makin banyak film yang memanfaatkan efek dari social media :)

Flash mob yang dilakukan the Mob, bukan hanya sekedar mengejar kemenangan di kontes yang mereka ikuti, tetapi kemudian menjadi sesuatu yang berguna. Di film ini diperlihatkan bahwa untuk melakukan aksi demonstrasi itu tidak perlu memakai cara brutal dan kekerasan. Tetapi dengan seni pun, demonstrasi dapat dilakukan secara cantik.

Bagaimana kelanjutan perjuangan Emily, Sean, dan the Mob? Hihi nonton aja sendiri yak. :D yang pasti, lagu-lagu OST dari film ini layak dikoleksi :)

I give 6,5 out of 10 to Step Up Revolution :)

Modus Anomali

Tegang. Itu adalah kata pertama bila ada yang bertanya tentang Modus Anomali. Suspense thriller by Joko Anwar. A little bit confusing and a mindgame kind of movie. Warning, many violence scene. Yak, tegang. Lebih tegang daripada saat menonton Pintu Terlarang.

Modus Anomali adalah sebuah film thriller karya Joko Anwar, yang berkisah tentang seorang pria yang sedang berlibur di sebuah hutan bersama istri serta dua anaknya. Pria tersebut lalu mendapati keluarganya hilang secara misterius dan dirinya diburu oleh seorang pembantai. Ia lalu menemukan video pembunuhan sadis dan juga keluarga lain yang kemungkinan memiliki hubungan dengan hilangnya keluarga pria itu. Satu-satunya petunjuk adalah alarm jam yg sewaktu-waktu menyala entah menandakan apa.

Poster film Modus Anomali

Patut dibanggakan, ternyata Modus Anomali ini telah ditayangkan pertama kali pada acara SXSW 2012, bulan Maret yang lalu. It’s a World Premiere!! ^__^ Yay!

Premiere Modus Anomali di Jakarta

Yang patut diperhatikan dalam film ini adalah cara pengambilan gambar dan sound effect yang pas. Pengambilan gambar yang cenderung bergoyang dan bikin mual bila berada ditonton dari dekat, rupanya merupakan faktor kesengajaan. Joko Anwar pun berharap, penonton akan merasa berada dalam suasana mencekam bersama dengan si karakter utama. Efek suara pun semuanya adalah hasil rekaman sendiri, untuk memberi kesan real.

Sangat rekomen bagi para penggemar film thriller. :)

– I give 8 out of 10 to Modus Anomali :)

#RepublikTwitter

Hari ini (10 Februari 2012) saya diundang untuk mengikuti Press Screening film “Republik Twitter” di Platinum XXI – fX Lifestyle X’enter – Jakarta. Senang sekali mendapat privilege untuk menonton film yang rencananya akan ditayangkan untuk umum pada tanggal 16 Februari 2012 ini.

Sinopsis
“Sekarang ini, suara rakyat itu suara twitter”

Kalimat itu diucapkan oleh Kemal (Tio Pakusadewo), yang bekerja sebagai Konsultan Komunikasi, kepada Arif Cahyadi (Leroy Osman), seorang pengusaha, yang namanya mendadak jadi trending topic di twitter. Keberhasilan Kemal mengangkat nama Arif di dunia maya, lantas membuatnya mendorong Arif untuk maju dalam pencalonan gubernur DKI Jakarta. Sukses Kemal itu ternyata berkat kepiawaian seorang pemuda bernama Sukmo (Abimana Aryasetya) yang tekun dan lihai mengolah 140 kata.

Continue reading “#RepublikTwitter”

Crazy Little Thing Called Love

Saat membaca judul di atas, yang terpikir pastinya adalah salah satu lagu dari grup legendaris, Queen. Hehehe tapi di sini saya nggak ngomongin tentang lagu tersebut, melainkan sebuah film bioskop dari Thailand. Judul aslinya adalah: “Sing Lek Lek Thee Riak Wa Ruk“, dan diterjemahkan jadi “Crazy Little Thing Called Love”, atau “A Crazy Little Thing Called Love”, atau “Little Thing Called Love”, atau “First Love”. Di Blitz Megaplex, di mana film ini ditayangkan secara eksklusif, mengambil judul Crazy Little Thing Called Love.

Film yang berasal dari Thailand ini, disutradarai oleh Puttipong Pormsaka Na-Sakonnakorn dan Wasin Pokpong, dibintangi oleh Mario Maurer, Pimchanok Luevisetpaibool, Sudarat Butrprom, dll. Dirilis sejak Agustus 2010 yang lalu, dan telah diputar selama 3 minggu ini di Blitz Megaplex.

Keinginan untuk nonton film ini udah sejak 3 minggu yang lalu, waktu nonton trailernya di Blitz juga, tapi saat itu lagi nonton film yang lain. Lalu film ini terucap lagi saat makan malam bareng mas Budi Putra dan Mbak Elvi Susanti di Sushigroove. Dan voila, setelah bersahut-sahutan di ranah twitter, lanjut deh nonton film ini di Blitz Megaplex Teraskota BSD, kemarin 06 Maret 2011, jam 20.30.

Film ini bercerita tentang kehidupan anak sekolahan. Dan sesuai dengan tagline film ini, diinsiprasi dari cerita cinta kebanyakan orang. Benar saja, film ini banyak bercerita tentang kisah cinta monyet masa-masa SMU. Dan bukan saja tentang muridnya, cerita cinta tentang para gurunya pun diceritakan di sini dan menjadi side story. Yang pasti, film ini bikin kita terkenang-kenang kembali kepada cerita-cerita cinta saat sekolah dulu, kebodohan-kebodohan yang sering dilakukan demi cinta :D Do you remember your first date? Your first crush?

Jadi ada seorang siswi bernama Nam (diperankan oleh Pimchanok Luevisetpaibool), yang jatuh cinta kepada Shone (diperankan oleh Mario Maurer), seorang cowok yang sangat populer di sekolahnya. Nam di awal cerita adalah seorang siswi yang berkacamata, hitam, dan kurang menarik. Nam dan teman-teman se-gengnya melakukan apa saja untuk mendapatkan perhatian dari Shone. Dari membaca buku tentang 9 tips mendapatkan cinta, berusaha memutihkan kulit, hingga berusaha mendaftar ikutan dansa di acara sekolah.

Ada beberapa adegan lucu yang menggelitik. Adegan-adegan ini yang menurut saya sangat klasik dan hal biasa dilakukan saat sekolahan dulu, kala kita lagi suka sama seseorang :D
1. Nam minta izin keluar kelas untuk ke toilet, tapi ternyata berbelok untuk mengintip Shone di kelasnya.
2. Nam teriak-teriak sendiri karena bahagia saat menyadari bahwa ternyata Shone mengetahui namanya.
3. Nam menelpon ke rumah Shone, ingin bicara dengan Shone. Tapi ketika Shone menjawab, Nam malah menutup telepon :D
..dan beberapa adegan lain lagi yang menurut saya sangat natural. Itulah hal2 yang kebanyakan terjadi pada masa-masa cinta monyet di jaman sekolahan :D

Selain cerita antara Nam dan Shone, ada juga cerita tentang guru-guru sekolahnya. Misalnya salah satu guru wanita yang bernama Inn, naksir pada guru olahraganya, tapi punya rival guru lain yang lebih cantik dan lebih tinggi. Pada gambar sebelah ini, adalah adegan di mana bu Inn sedang bergumam sambil mengatakan “aku tidak akan menyerah”, dan bersamaan dengan itu Nam sedang menyerahkan lembar jawaban dari soal ujiannya. Bu Inn tanpa sadar mengambil lembar jawaban itu dan langsung meremas-remas kertas itu dan membuang ke luar. Nam segera menyadarkan Bu Inn, dan memberitahu bahwa itu adalah lembar jawabannya. Dan adegan setelahnya bikin saya tertawa terbahak-bahak :D lucu dah pokoknya :D

Film ini juga menunjukkan betapa kita bisa berubah dan melakukan hal-hal positif demi sebuah rasa cinta. Nam yang item, tampang nerd, berkacamata, bisa menjadi seseorang yang cantik, lebih putih, dan lebih populer. Berbagai macam kegiatan positif diikuti olehnya, termasuk menjadi Snow White dalam drama sekolah, serta menjadi Mayoret untuk grup drum band sekolahnya. Walau hal-hal tersebut diperoleh dengan cara yang tidak biasa, tapi usaha dan semangatnya agar menjadi yang terbaik, adalah suatu hal yang patut ditiru.

Ending dari film ini? Sebelumnya saya memikirkan sebuah ending yang klasik, seperti layaknya film-film roman lainnya. Tapi ternyata penonton sekali lagi diberikan kejutan. Apa itu? Tentunya harus ditonton dong, untuk mengetahui hasil akhir dari film ini hehe..

Shone sedang dihukum karena berbuat kacau di kelas
Tampang Nam setelah mengintip kelas Shone :D
Shone memberikan bunga saat Valentine's Day.
Nam dan teman-teman, bersama bu guru Inn.

Last word: Enjoy!

*gambar diambil dari sini dan sini*

Valentine’s Day

valentine's day, valentine, feb 14
Hari Valentine (Valentine’s Day) jatuh pada setiap tanggal 14 Februari. Ada yang merayakannya, ada yang tidak merayakannya. Ada yang pro, ada yang kontra. Semua tentu punya alasan. Tetapi itu semua kembali kepada diri masing-masing. Tidak usah ikut-ikutan apa kata orang lain, tidak usah terpengaruh dengan pikiran orang lain.

Di Jepang, hari Valentine sudah muncul berkat marketing besar-besaran, sebagai hari di mana para wanita memberi para pria yang mereka senangi permen cokelat. Namun hal ini tidaklah dilakukan secara sukarela melainkan menjadi sebuah kewajiban, terutama bagi mereka yang bekerja di kantor-kantor. Mereka memberi cokelat kepada para teman kerja pria mereka, kadangkala dengan biaya besar. Cokelat ini disebut sebagai Giri-choko, dari kata giri (kewajiban) dan choco (cokelat). Lalu berkat usaha marketing lebih lanjut, sebuah hari balasan, disebut “Hari Putih”(White Day) muncul. Pada hari ini (14 Maret), pria yang sudah mendapat cokelat pada hari Valentine diharapkan memberi sesuatu kembali, sebagai jawaban kepada para wanitia.

Continue reading “Valentine’s Day”

Berbagi Suami

Ini tiket nonton Berbagi Suami loh!!!Suami dibagi-bagi? Ih! Emang roti? :D
Udah nonton film ini? Film arahan si sturadara cewek nan kontroversial, si Nia Dinata.
Bagus banget *two thumbs up* dan kreatif banget! Dan… segeralah nonton di bioskop terdekat! Very highly recommended!!
Kayaknya film ini bisa jadi nominasi film terbaik untuk FFI tahun ini hehehe :D

update:
Bukti kongkrit bahwa film ini TOP banget…
Sila di klik… Resensi gw ada di Bz! Blogfam Edisi April :)

Harry Potter and the Goblet of Fire

Gw di sini bukan mo cerita tentang filmnya. Gw mo cerita tentang gathering blogger makassar dan nonton bareng film Harry Potter and the Goblet of Fire.
Image hosted by Photobucket.com
Gambar di atas, diambil paksa dari blognya Leo. Keren kan? Iya dong, yang bikin itu juri Lomba Banner dalam rangka ultah Blogfam loh! (penasaran tentang lombanya, klik aja banner di sebelah yang jingga biru itu :P).
OK, lanjut..
Dua hari sebelumnya, gw udah sms nomer-nomer blogger makassar yang nomernya ada di gw. Sehari sebelumnya gw dan Tiza teriak-teriak dari satu shoutbox ke shoutbox lainnya. Bahkan Tiza dengan kalapnya ngeshout di blognya Miya, blogger Makassar yang tinggal di UK :P
Hari H-nya, hari Sabtu tanggal 26 November 2005 kemaren. Rencana akan nonton yang jam 16.00 di Studio 21 Mal Ratu Indah (studio ini dulunya gedung tersendiri, sekarang udah pindah ke mal ratu indah dengan desain dan sistem yang baru). Tiza udah dari jam 2 siang di sana. Duluan, makan siang, ngider2 sambil ngantri2 tiket nantinya. Soalnya gw jam 14.30 baru kelar dari klinik, takutnya kehabisan tiket hehehe.
Jam 14.30 gitu Tiza mengkonfirmasi berapa orang yang jadi ikutan nonton. Daftar sementara ada Nyomnyom, adhi, gw dan tiza. Leo sama sekali tanpa kabar, padahal kali ini dia sudah punya handphone, tapi pas dihubungi pun ga dijawab. Bukan apanya, takut nih anak nyasar salah tempat lagi hahahaha.
Ketika saya lagi on the way ke Mal Ratu Indah, Leo pun mengirim sms ke gw bahwa dia jadi ikutan. Apesnya, Tiza udah beli 4 tiket doang. Untunglah Tiza mau berbaik hati membeli lagi 1 tiket tambahan. Dan syukurnya masih available. Waduh si Leo mau mengulang kayak GiE dulu yeeee..
Hampir jam 15.30 gw tiba di Mal Ratu Indah dan langsung menuju depan D’Crepes di lantai 3. Tempat strategis untuk “menangkap” teman-teman yang datang. Di sana sudah ada Tiza menunggu lalu kita ngobrol-ngobrol sejenak.
Tiba-tiba ada yang nyapa gw dengan tatapan nanar *grogi sih tepatnya hehe*. Ternyata dia si profmustamar. Sosok tingi kurus dengan rambut agak sedikit melewati telinga, berkacamata. Dan kami pun berkenalan.
Nggak lama kemudian datanglah Leo, kemudian disusul oleh Nyomnyom beberapa menit kemudian. Setelah ngobrol2 sebentar, ternyata si Profmustamar nggak bisa lama-lama. Ternyata dia nggak ikutan nonton karena harus segera ke tempat kerja.
Yang paling telat ditungguin itu Adhi. Sudah gitu dia hampir salah jalan lagi, nyaris salah lokasi lagi hehehe.
Waktu masuk ke dalam ruang bioskop, film sudah main kira-kira 2-3 menit karena nungguin Adhi yang lamaaa karena terjebak macet di UMI. Walah..
Image hosted by Photobucket.com Image hosted by Photobucket.comUsai nonton, ide gila terbersit dan dilaksanakan. Foto di dalam bioskop. Untungnya sempat ngambil sekali, dan ketika mo pake kameranya Tiza, datang petugas bioskop melarang kita ngambil foto. Hehehehe.. Pas di luar narsisnya kumat, foto-foto deh lagi :D
Ga lama setelah keluar dari studio 21, Aan menyusul datang setelah memberikan materi tentang menulis cerpen di kampus UnHas. Trus pergi deh makan-makan di Food Court Mal Ratu Indah. Di sana kita ngobrol dari ujung ke ujung, menyelesaikan pembayaran tiket masuk nonton tadi yang ditalangi oleh Tiza, dan lain sebagainya.

Image hosted by Photobucket.com Image hosted by Photobucket.com
Image hosted by Photobucket.com Image hosted by Photobucket.com

Seru deh pokoknya!
Oh iya tiket dipegang oleh Adhi lupa gw minta lagi, jadi ga gw tampilkan deh tiketnya hehehehe..

GiE: Sebuah Impian

Satu kalimat menarik di akhir film GiE. Impian seorang Soe Hok Gie.

“Bahwa sampai hari ini, setelah 32 tahun, kehidupan demokrasi yang bebas dari kepentingan ras, agama, dan partai, belum tercapai”

Gw pernah menuliskannya di sini.
Sampai kapankah perseteruan ini berakhir?
Tolong! Gw cuma ingin hidup dalam perdamaian yang abadi :(

Perbedaan. Bukan untuk diperdebatkan dan dipermasalahkan.
Perbedaan. Diciptakan untuk saling mengisi.

Aaargh!

GiE: Blogger Makassar Nonton Bareng

Image hosted by Photobucket.comHari Sabtu kemaren blogger Makassar ngumpul lagi. Kali ini dalam rangka mo nonton GiE, atas usulnya Soeltra yang chatter box ini hehehe. Dan rendezvous-nya seperti biasa, di Gramedia, tapi kali ini di Mal Panakukkang, karena kami akan nonton di Panakukkang 21. Di pengumuman, kumpul jam 5 di Gramedia Mal Panakukkang.

Sepulang klinik, gw ama Bati udah keliling-keliling duluan. Ke mal GTC, untuk beli kacamata, mumpung ada yang harga 120rb (frame + lensa), skalian butawati yang satu itu mo periksa mata hehehe.

Trus sekitar jam setengah tiga gitu masuk sms dari Adhi, menanyakan jadi apa nggak. Ya jadi dong :) Lalu gw iseng sms-in si Soeltra, nanyain jadi pa ngga, eh dibalas olehnya pake nomer orang (isi pulsamu ces! numpang nomer terus hehe) bahwa jadi lah nonton barengnya tapi dia mungkin telat dateng jadi minta dititipin dibeliin tiket dulu, trus dia juga nanyain siapa-siapa yang ikutan, gw bilang sebenarnya pada nggak konfirmasi via shoutbox, tapi yang via sms udah ada Aan dan si Adhi yang baru nanyain. Leo, Cikal dan Ocha belum ketahuan jadi apa enggak.

Di tengah perjalananku ke Mal Panakukkang, masuk sms dari Aan bahwa dia akan telat karena ada meeting. Ok deh, tambah santai deh gw nyetir mobilnya. Sebelum nurunin Bati di jalan, Adhi sms kalau dia udah nyampe di Gramedia. Oops! Gw belum nyampe di mal hihihi… Ya udah gw balas, sabar ya, masih on the way ke sana ;)

Setelah melewati pos pemeriksaan, ngantri ngambil tiket parkir, dan nyari-nyari tempat parkir yang lumayan susah karena buanyak sekali orang (malam minggu gitu loh!), akhirnya gw sukses mengistirahatkan DD 513 PF-ku dan segera melesat ke Gramedia Mal Panakukkang yang terletak di lantai 3. Baru sampai di lantai 2, ada sms masuk dari Aan bahwa dia udah di Gramedia. Gw balas, “sabar udah di lantai 3 nih“. Ga lama kemudian Adhi sms lagi, “eh, janjian ketemu di mana kah? dr td ga ada orang?“. Gw balas dengan sms yang sama dengan gw kirim ke Aan.

Gw masuk ke Gramedia, titip tas di penitipan, segera melesat sambil tengok sana tengok sini, kok ga ada yang gw kenal ya? Wah jangan-jangan gw dikerjain lagi hihihi. Eh pas udah hampir nyampe ke bagian komik (biasa.. pengen skalian nyari komik2 yang update), ada yang nyolek. Si Aan.

Trus gw tanya ke Aan kalau dia ketemu ama Adhi nggak. Dia bilang, nggak tuh dari tadi cuma dia. Lalu dia nunjukin sosok lelaki tinggi putih dengan baju kaos putih dan berkacamata. “Itu terbangbebas, anak ekonomi, Irfan namanya.” Dan akhirnya kita nyamperin sambil kenalan. Trus dalam rangka masih nunggu-nunggu, kita sepakat untuk having fun liat-liat buku dulu.
Setelah agak lama, kok Adhi ga muncul-muncul, gw telpon deh.

Gw: Halo, Adhi, kamu di mana??
Adhi: Loh di Gramedia.
Gw: Hah? Gramedia mana sih? Nih gw ama aan dan terbangbebas sudah di Gramedia dari tadi ga liat dirimu.
Adhi: Loh, Gramedia Mal Ratu Indah kan?
Gw: HAAAAH??? Ya ampun! Mal Panakukkang, adhi, bukan Mal Ratu Indah!!
Adhi: (ikutan kaget) Waaa… ya udah saya ke sana deh, kalau telat tolong beliin dulu ya.
Gw: Ya udah ke sini lah, kalo udah nyampe sms aja untuk tau posisi kita.

Bwahahaha! Salah tempat!

Trus gw liat-liat buku tentang kedokteran gigi (back to habitual life, huh!), nggak lama kemudian ada yang nyamperin gw. Ternyata si Nani. Dan masing-masing pergi liat-liat buku lagi. Setelah sekitar 20 mtnit kemudian Adhi datang. Hahahaha..

Lalu semuanya kenalan-kenalan lagi, kemudian beberapa saat setelah menerima telepon dari Soeltra yang katanya bakalan terlambat karena baru kelar kuliah, kamipun ke Panakukkang 21 untuk membeli tiket duluan. Dapat di C-12 hingga C-17. Enam tiket. Kok enam? Mari kita urutkan yang jadi muncul:
1. gw sendiri
2. Soeltra
3. Adhi
4. Nani
5. Aan
6. Ancu
Yang terakhir kok ga disebutkan di atas? Iya, dia nyusul juga katanya, jadi dibeliin duluan ama Aan.
Loh terbangbebas mana? Waktu mo beranjak dari Gramedia, dia tiba-tiba ngilang. Setelah berusaha nyari setengah mati setengah idup di antara tumpukan buku2, ga ketemu.

Setelah dari Panakukkang 21, kami ke food court untuk mengisi perut. Berhubung film GiE ini durasinya panjang, 147 menit, nanti kelaparan plus kedinginan di dalam sana hehehe. Sambil ngumpul di food court, Adhi ke Gramedia lagi untuk nyari terbangbebas yang tadi ilang. Trus Soeltra juga udah gw hubungi, bakalan nyusul ke foodcourt.

Singkat cerita, akhirnya semua ngumpul di foodcourt. Si terbangbebas ga bisa ikutan karena bokapnya mau pulang. Ya udah kami ngobrol bebas membahas semua-semuanya. Dari tentang buku-buku, film, sampai bagaimana naruh shoutbox serta comsys di blog.

Tepat pukul 19.55 kami kembali ke atas, ke Panakukkang 21, yang terletak di lantai 3 mal tersebut. Pisah ama terbangbebas. Sampai di Panakukkang 21, ternyata di sana sudah ada Ancu, dan….. LEO!!
Kok Leo baru gabung?? Begini kisahnya..
Dikira, dia telat, trus kirain kita-kita pada nonton yang jam 17.30, ya udah dengan sabar dia nungguin kami keluar nonton, karena dia tiba di mal tersebut jam 18.00. Padahal, jam segitu semua masih di Gramedia. Trus menurutnya lagi, dia nungguin sampai saat kita ketemu ini. Artinya, waktu kita lagi beli tiket tadi, mestinya dia liat dong.. Dan kata Leo, dia kira emang janjiannya langsung di Panakukkang 21. Hahaha.. dasar gemblung!

Salah lokasi juga!! Duh kenapa sih nih Adhi dan Leo. Lagi error yee hehehe..

Akhirnya kita “meracuniLeo untuk ikutan nonton (padahal sebelumnya dia masih mikir-mikir), dan Leopun sukses diracuni hehehe. Leopun ke loket untuk beli tiket, dengan harapan masih ada tempat di C-18, nyambung gerombolan 6 orang tadi. Dan dia datang dengan muka sumringah. Berhasil, katanya hehehe..

Pengumuman dari bioskop bahwa pintu studio 2 sudah dibuka. Dan masuklah kami semua dan menempati C-12 hingga C-18.

Tentang filmnya?? Keren banget! Gw sampai pengen nonton lagi.
Untuk ulasan filmnya, udah gw tuliskan di sini, bisa juga lihat di blog-nya pak Jaf, beliau sangat lengkap mereview-nya. Bisa dimulai dari sini untuk yang belum tau siapa itu Soe Hok Gie. Buat yang udah tau, bisa langsung ke sini.

Catatan penting sebelum nonton GiE:
Buang jauh-jauh image Nicolas Saputra sebagai Rangga dalam Ada Apa Dengan Cinta. Beda banget, menurutku! Jangan juga samakan akting Nico dengan perannya di Biola Tak Berdawai dan Janji Joni. Sangat beda!
Dengan memperhatikan catatan ini, kalian akan sangat menikmati film-nya dan dijamin pasti perasaannya sama kayak gw setelah nonton.

Kagum!

GiE: Premiere for Today!

Film GiE diputar di bioskop mulai hari ini. Rame atau ngga, gw ga tau, soalnya emang nggak nonton. Rencananya hari Sabtu nanti baru nonton bareng blogger Makassar (atas usulnya soeltra yang ceriwis ini hehe). Jadi, ya belum nonton lah!

Berikut ada sedikit kutipan artikel mengenai film ini yang diambil dari sini:
Saatnya bangsa ini untuk diingatkan, bahwa negeri ini pernah memiliki Soe Hok Gie. Aktivis muda yang memilih diasingkan, ketimbang menjadi manusia munafik.
Ia memang pantas diidolakan karena kegigihannya dalam bersikap dan menuntun dirinya untuk jujur pada nilai-nilai yang diyakininya. Inilah saatnya, generasi muda dikenalkan pada sosoknya agar mau belajar padanya. Bukan kepada mereka yang melacurkan dirinya pada kekuasaan, jabatan dan kemewahan.

Di tangan sutradara Riri Riza dan produser Mira Lesmana, usaha itu dicoba dirintis. Lewat film berbeaya Rp7 miliar itu, kedua sinaes muda ini menghadirkan kepada masyarakat Tanah Air, sebuah interpretasinya terhadap sosok Gie. Kalaupun banyak hal tak sesuai dengan apa yang dibayangkan orang-orang, terutama yang pernah dekat dengannya, toh kata Mira, itu karena film ini merupakan sebuah interpretasi Riri terhadap Gie. Bukan film dokumenter ataupun film biografi!

Cukup repot menggali informasi seputar kehidupan Gie. Apalagi yang menyangkut kehidupan pribadinya. Riri bahkan harus pergi ke luar negeri untuk menemui perempuan yang pernah dekat dengan Gie. Meski kisahnya bisa didapat, tak sedikit nara sumber yang keberatan untuk disebutkan namanya dalam film Riri tersebut.

Menyajikan film Soe Hok-gie tentu saja merupakan sebuah kerja besar yang tak bisa dianggap enteng. Usaha para sineas ini patutlah diacungi jempol. Setidaknya, karya mereka bukanlah film ecek-ecek yang kini banyak bermunculan di layar sinema kita.

Iri Supit, sang penata artistik, mampu menghadirkan suasana Jakarta di tahun 60-an. Ini jelas bukan pekerjaan gampang. Sejumlah pernak-pernik yang dihadirkan sudah tentu harus mewakili zamannya. Lihatlah sepeda dan mobil-mobil zaman baheula berseliweran di layar Gie dan mampu menghidupkan suasana kala itu.

Mengenai Jakarta yang kini sudah banyak berubah, para pekerja film ini akhirnya sepakat menjadikan kota Semarang sebagai lokasi syuting.
Beruntung, suasana Jalan Kebon Jeruk IX, Jakarta Barat, tempat Gie bermukim bersama orangtuanya dulu, berhasil ditemukan di sana, tepatnya di Jalan Layur. Mirip suasana Kebon Jeruk tahun 50-an, Jalan Layur dipenuhi tukang becak, pedagang dan sebuah masjid.

Menyaksikan Soe Hok Gie, berarti menyaksikan sebuah keteguhan dalam melakoni prinsip-prinsip yang diyakininya benar. Ia sempat menjadikan Soekarno sebagai idolanya, namun ia jugalah yang turut menggulingkan keperkasaan Soekarno sebagai penguasa Orde Lama.

Gie, adalah seorang yang selalu dipenuhi kegelisahan. Suara-suara kegelisahan itu lah yang dicurahkannya lewat tulisan-tulisan yang cukup tajam. Semua dibabat habis, baik militer, rekan-rekan aktivis kampus yang telah lupa pada perjuangan awalnya, hingga kampusnya sendiri. “Inilah akhir bagi Gie, ketika ia mengkritik kampusnya sendiri. Dia seperti tak punya rumah lagi,” kata Riri.

Takdir telah ditentukan padanya. Gie mati muda di pangkuan sahabatnya Herman Lantang, ketika ia mendaki Gunung Semeru, gunung tertinggi di Jawa. Sebuah akhir yang tragis. Namun, Riri sengaja tak memunculkan adegan itu sebagai penghujung cerita. Ia justru menghadirkan senyum dan kebahagian Riri bersama sahabatnya Han, saat bermain di pantai.

Ya, sebuah tempat yang dicita-citakan Han semasa hidupnya. Dan, hal itu justru terkabul ketika ia mengakhiri hidupnya. Ia dieksekusi tentara di sebuah pantai di Bali, karena menjadi anggota aktivis Partai PKI.

Menghadirkan Gie kembali dalam benak masyarakat saat ini, memang terasa perlu. Terlebih, ketika negeri ini telah kehilangan panutan. Banyak para pejabat asyik menggerayangi aset-aset negara. Sosok-sosok Gie lah yang bisa menjadi jawabanya. “Kita, generasi kita, ditugaskan untuk memberantas generasi tua yang mengacau…”

Gw sendiri pengen banget nonton film ini karena gw pengen melihat refleksi kehidupan Gie yang dituang dalam film tersebut. Yang selama ini hanya dalam bayangan di benak masing-masing orang. Apalagi nyokap gw bilang, “Soe Hok Gie? Adiknya Arief Budiman itu? Ndak ada yang nggak kenal Soe Hok Gie. Dia angkatan di atas Mama, angkatan 66 tapi Mama tahu kalau dia itu orang hebat banget. Polos dan memiliki semangat serta sangat idealis. Saking idealisnya, dia kekeuh nggak mau ganti nama, padahal zaman itu orang-orang etnis tionghoa banyak yang mengganti namanya menjadi nama Indonesia, termasuk kakaknya sendiri, Arief Budiman. Nama aslinya Arief itu Soe Hok Djin.“.
Siapa yang nggak tau quote Soe Hok Gie yang terkenal, yang diukir pada (eks) makamnya di Tanah Abang, sebelum akhirnya digusur (lagi):
Nobody Knows The Troubles I See, Nobody Knows My Sorrow“.

So, udah ada yang nonton GiE? Would you please share to me..?