Reena and Aan, Before On the Phone

Atas permintaan Dodi sableng gw kasih hadiah deh ceritain history-nya sepasang insan yang ada di postingan gw sebelumnya. :D
——
“Apa, An? Ngomong aja,” jawab Reena sambil mencet-mencet keypad ponsel. Melakukan komunikasi irit yang paling sering dilakukan oleh anak muda bila punya ponsel. SMS.
“Serius nih, jangan sms-an dulu dong, please.”
“Iya deh, apa?”
“Na, mau nggak kamu jadi pacar saya?’
HAH??! Reena kaget!
“Gimana, Na?”
“Makasih yah, An.” Reena cengengesan.
“Lho? Ih kok gitu jawabnya?”
“Uhm.. Gimana ya? Nanti aja ya jawabnya, An. Nggak pa pa kan?”
“Kapan?”
“Lusa deh.”
“Kenapa sih harus lama?”
“Saya mau doa dulu, An. Nanya ama yang di Atas,” jawab Reena. Diplomatis.
“Oke, saya tunggu ya, lusa.”

Lusa.
“Na, gimana?”
“Apanya, An?” Reena pura-pura bego.
“Jawaban kamu?”
“Oh itu.. emm.”
“Emm?” Mata elang Aan menatap Reena lekat-lekat.
“Umm.. iya deh.”
Aan segera meraih tangan Reena dan menciumnya. “Makasih Reena. I promise I won’t make you sad seperti masa lalu kamu.”
“Really?”
“Yes,” jawab Aan mantap. Tangan Aan meraih Reena dalam pelukan.

2 minggu.
“I should go home, An. Saya nggak bisa melawan. Semuanya mengharuskan saya kembali.” Reena menunduk sambil terisak.
“Dan ninggalin saya sendiri di sini?” tanya An parau.
“Yah. Sebenarnya saya nggak mau. Apa yang saya cari sudah saya dapatkan. Apa yang ditawarkan di sana bukan keinginan saya. Tapi saya nggak bisa melawan keluarga saya, An.”
Aan terdiam.
“An…”
“Ya sudah, nggak apa-apa. Kamu baik-baik ya di sana.”
“An.., promise me to keep on communicating. Ok?”
“Of course, dear..”
“An, pacar kamu dulu juga jarak jauh, trus putus. Saya takut kita akan berakhir demikian juga…” Reena meraih tangan Aan dan menaruh di pipinya.
“Lho belum dijalani udah ngomong gitu. Kita jalani saja yah, Sayang.”
Reena mengangguk pasrah. Menerima kecupan Aan di pipinya.
——

Leave a Reply